Saturday, February 23, 2013

MAKALAH PUASA

Tags


                                                                BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Konsepsi puasa dalam pemaknaan istilah seringkali dimaknai dalam pengertian sempit sebagai suatu prosesi menahan lapar dan haus serta yang membatalkan puasa yang dilakukan pada bulan ramadhan. Padahal hakekat puasa yang sebenarnya adalah menahan diri untuk melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama.
Selain itu, puasa juga memberikan ilustrasi solidaritas muslim terhadap umat lain yang berada pada kondisi hidup miskin. Dalam konteks ini, interaksi sosial dapat digambarkan pada konsepsi lapar dan haus yang dampaknya akan memberikan kemungkinan adanya tenggang rasa antar umat manusia.
Pengkajian tentang hakekat puasa ini dapat dikatakan universal dan meliputi seluruh kehidupan manusia baik kesehatan, interaksi sosial, keagamaan, ekonomi, budaya dan sebagainya. Begitu universal dan kompleksnya makna puasa hendaknya menjadi acuan bagi muslim dalam mengimplementasikannya pada kehidupan sehari-hari. Dengan pengertian lain puasa dapat dijadikan pedoman hidup.

B. RUMUSAN MASALAH
A.  Bagaimana Pengertian puasa ?
B. Bagaimana syarat dan rukun puasa ?
C. bagaimana Puasa Sunat dan hari-hari yang diharamkan untuk berpuasa?
D. Bagaimana menentukan hilal ?
E. Bagaimana Hikmah berpuasa?

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGETIAN PUASA
Menurut bahasa (etimologis) Shyam atau puasa berarti menahan diri dan menurut syara’ (ajaran agama), puasa adalah menahan diri dari segala yang membatalkanya dari mulai terbit fajar hingga terbenam matahari karena Allah SWT semata-mata dan disertai niat dan syarat “tertentu”
Puasa adalah ibadah pokok yang di tetapkan sebagain salah satu rukun Islam atau rukun Islam yang ketiga. Puasa dalam bahasa arab secara arti kata bermakna menahan dan diam dalam segala bentuknya, termasuk menahan atau diam dari berbicara .
Dan secara terminology (Istilah) para ulama mengartikan puasa adalah menahan diri dari segala makan, minum dan berhubungan seksual mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Kaum Muslimin diwajibkan puasa Ramadan yang lamanya sebulan yang dilaksanakan setiap harinya dari terbit fajar pagi hingga terbenam matahari.
Berdasarkan berbagai pengertian diatas dapat dikatakan bahwa puasa pada dasarnya mengandung pengertian menahan diri untuk tidak melakukan perbuatan yang dilarang oleh syariat agama. Dasar hukum Puasa tersebut dinyatakan berdasarkan sabda Nabi yang dinyatakan dalam hadist   bahwa Islam di bangun atas lima tiang (Rukun Islam).
عن أبي عبد الرحمن عبد الله بن عمر بن الخطاب رضي الله عنهما قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : بني الإسلام على خمسٍ ؛ شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمداً رسول الله ، وإقام الصلاة وإيتاء الزكاة ، وحج البيت ، وصوم رمضان
Artinya : 
Dari Abu Abdirrahman, Abdullah bin Umar bin Al-Khathab radhiallahu 'anhuma berkata : Saya mendengar Rasulullah bersabda: "Islam didirikan diatas lima perkara yaitu bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah secara benar kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke baitullah dan berpuasa pada bulan ramadhan". [HR Bukhari no. 8, Muslim no. 16]
 Dan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 183, Artinya :
Hai orang-orang yang beriman sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.(Albaqarah 183).
Puasa dalam syariat islam di klasifikasikan menjadi dua macam, yakni puasa wajib dan puasa sunnah.
Ada tiga kategori yang termasuk puasa wajib, yaitu ;
1.      Wajib karna waktu yang telah di tetapkan, yakni puasa Ramadhan.
Puasa dalam bulan Ramadhan dilakukan berdasarkan perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
– yâ ayyuhal-ladzîna âmanûkutiba ‘alaykumush-shiyâmu kamâ kutiba ‘alal-ladzîna min qoblikum la’allakum tattaqûn –

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu terhindar dari keburukan rohani dan jasmani (QS. Al Baqarah: 183).

– syahru Romadhônal-ladzî unzila fîhil-qurânu hudal-lin-nâsi wa bayyinâtim-minal-hudân wal-furqôn(i). Faman syahida min(g)kumusy-syahro falyashumh(u). wa man(g) kâna marîdhon aw ‘alâ safari(g) fa’iddatum-min ayyâmin ukhor. Yurîdullohu bikumul-yusro wa lâ yurîdu bikumul-‘usro wa litukmilul-‘iddata walitukabbirulloha ‘alâ mâ hadâkum wa la’allakum tasykurûn –

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqoroh: 185)

2.      Wajib karna suatu sebab tertentu, puasa kifarat.
Puasa kafarat adalah puasa sebagai penebusan yang dikarenakan pelanggaran terhadap suatu hukum atau kelalaian dalam melaksanakan suatu kewajiban, sehingga mengharuskan seorang mukmin mengerjakannya supaya dosanya dihapuskan, bentuk pelanggaran dengan kafaratnya antara lain :
• Apabila seseorang melanggar sumpahnya dan ia tidak mampu memberi makan dan pakaian kepada sepuluh orang miskin atau membebaskan seorang roqobah, maka ia harus melaksanakan puasa selama tiga hari.

• Apabila seseorang secara sengaja membunuh seorang mukmin sedang ia tidak sanggup membayar uang darah (tebusan) atau memerdekakan roqobah maka ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut (An Nisa: 94).

• Apabila dengan sengaja membatalkan puasanya dalam bulan Ramadhan tanpa ada halangan yang telah ditetapkan, ia harus membayar kafarat dengan berpuasa lagi sampai genap 60 hari.

• Barangsiapa yang melaksanakan ibadah haji bersama-sama dengan umrah, lalu tidak mendapatkan binatang kurban, maka ia harus melakukan puasa tiga hari di Mekkah dan tujuh hari sesudah ia sampai kembali ke rumah. Demikian pula, apabila dikarenakan suatu mudharat (alasan kesehatan dan sebagainya) maka berpangkas rambut, (tahallul) ia harus berpuasa selama 3 hari.



3.      Wajib karna seseorang mewajibkan puasa atas dirinya, puasa nadzar.
Puasa nadzar adalah puasa yang tidak diwajibkan oleh Tuhan, begitu juga tidak disunnahkan oleh Rasulullah saw., melainkan manusia sendiri yang telah menetapkannya bagi dirinya sendiri untuk membersihkan (Tazkiyatun Nafs) atau mengadakan janji pada dirinya sendiri bahwa apabila Tuhan telah menganugerahkan keberhasilan dalam suatu pekerjaan, maka ia akan berpuasa sekian hari. Mengerjakan puasa nazar ini sifatnya wajib. Hari-hari nazar yang ditetapkan apabila tiba, maka berpuasa pada hari-hari tersebut jadi wajib atasnya dan apabila dia pada hari-hari itu sakit atau mengadakan perjalanan maka ia harus mengqadha pada hari-hari lain dan apabila tengah berpuasa nazar batal puasanya maka ia bertanggung jawab mengqadhanya.

B. SYARAT WAJIB PUASA DAN RUKUN PUASA
a. Syarat Wajib Puasa :
1. Beragama islam,
2. Baligh dan berakal,
3. Suci dari haidh dan nifas (ini tertentu bagi wanita),
4. Kuasa (ada kekuatan). Kuasa disini artinya tidak sakit dan bukan yang sudah tua.

b. Rukun Puasa :
Rukun puasa ada tiga,  dua diantaranya telah disepakati, yaitu waktu dan menahan diri (imsak) dari perkara yang membatalkan, sedangkan rukun satu lainnya masih diperselisihkan yaitu  niat.


1.      Waktu
Waktu dibagi menjadi dua, yaitu waktu wajibnya puasa yakni bulan Ramadhan, dan Waktu menahan diri dari perkara-perkara yang membatalkan puasa yaitu waktu-waktu siang hari bulan ramadhan. Bukan waktu-waktu malamnya.
2.      Menahan diri dari perkara yang membatalkan
Meninggalkan segala yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar shidiq hingga terbenam matahari.
·         Hal-Hal yang membatalkan puasa
1.      Memasukkan sesuatu kedalam lubang rongga badan dengan sengaja.
2.      Muntah dengan sengaja.
3.      Haid dan Nifas.
4.      Jima’ pada siang hari dengan sengaja.
5.      Gila walau sebentar.
6.      Mabuk atau pinsan sepanjang hari.
7.      Murtad.
Disamping itu, ada keringanan yang diberikan oleh islam kepada umat muslim untuk tidak berpuasa, yakni mencakup dua golongan :
·         Beleh meninggalkan puasa tetapi wajib mengqadha
Yang termasuk dalam golongan ini yaitu :
a.       Orang yang sedang sakit dan sakitnya akan memberikan mudharat baginya apabila mengerjakan puasa.
b.      Orang yang berpergian jauh atau musafir sediktnya sejauh 81 KM.
c.       Orang yang hamil dan di khawatirkan akan mudharat baginya dan kandungannya.
d.      Orang yang sedang menyusui anak yang dapat mengkhawatirkan/memudharatkan baginya dan anaknya.
e.       Orang yang sedang haid, melahirkan atau nifas.

·         Orang-orang yang tidak wajib qadha namun wajib membayar fidyah

a.       Orang yang sakit dan tidak ada harapan untuk sembuh.
b.      Orang yang lemah karna sudah tua.

Yaitu memberi makanan kepada fakir miskin sebanyak hari yang telah di tinggalkan puasanya, satu hari satu mud (576 Gram) berupa makanan pokok.
3.      Niat
Niat, yaitu menyengaja puasa ramadhan setelah terbenam matahari hingga sebelum fajar shadiq. Artinya pada malam harinya dalam hati telah tergetar (berniat) bahwa besok harinya akan mengerjakan puasa ramadhan.
Adapun puasa sunnah boleh dilakukan pada pagi harinya :
وَعَنْ حَفْصَةَ أُمِّ اَلْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا, عَنِ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ اَلصِّيَامَ قَبْلَ اَلْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ )  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَمَالَ النَّسَائِيُّ وَاَلتِّرْمِذِيُّ إِلَى تَرْجِيحِ وَقْفِهِ, وَصَحَّحَهُ مَرْفُوعًا اِبْنُ خُزَيْمَةَ وَابْنُ حِبَّانَ. وَلِلدَّارَقُطْنِيِّ: ( لَا صِيَامَ لِمَنْ لَمْ يَفْرِضْهُ مِنَ اَللَّيْلِ )
Dari Hafshah Ummul Mukminin bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa tidak berniat puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya." Riwayat Imam Lima. Tirmidzi dan Nasa'i lebih cenderung menilainya hadits mauquf. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban menilainya shahih secara marfu'. Menurut riwayat Daruquthni: "Tidak ada puasa bagi orang yang tidak meniatkan puasa wajib semenjak malam."

C. SUNAT PUASA DAN PUASA SUNAT
Sunat puasa :
1.      Makan sahur meski sedikit.
2.      Mengakhirkan makan sahur.
3.      Menyegerakan berbuka.
4.      Membaca doa ketika berbuka puasa.
5.      Menjauhi dari ucapan yang tidak senonoh.
6.      Memperbanyak amal kebajikan.
7.      Memperbanyak I’tikaf di masjid.

Puasa Sunat :
Puasa sunnat (nafal) adalah puasa yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa. Adapun puasa sunnat itu antara lain :
1.      Puasa hari Arafah (9 Dzulhijjah/ selain mereka yang berhaji)
2.      Puasa 6 hari dalam bulan syawal
وَعَنْ أَبِي أَيُّوبَ اَلْأَنْصَارِيِّ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( مَنْ صَامَ رَمَضَانَ, ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ اَلدَّهْرِ )  رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abu Ayyub Al-Anshory Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa shaum Ramadhan, kemudian diikuti dengan shaum enam hari pada bulan Syawwal, maka ia seperti shaum setahun." Riwayat Muslim.

3. Puasa tanggal 13,14, dan 15 pada tiap-tiap bulan Qamariah
4. Puasa hari senin dan kamis
5. Puasa pada bulan Dzulhijjah, Dzulqaidah, Rajab, Sya’ban dan 10 Muharram
6. puasa nabi Daud As.
Selaian hari yang disunnahkan berpuasa, ada juga hari-hari yang di haramkan dan dimakruhkan untuk berpuasa :


Hari-hari yang di haramkan berpuasa
1.   Hari raya Idul Fitri yaitu satu syawal dan Hari Raya Idul Adha yaitu 10 dzulhijjah.
وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه ( أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ صِيَامِ يَوْمَيْنِ: يَوْمِ اَلْفِطْرِ وَيَوْمِ اَلنَّحْرِ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Dari Abu Said Al-Khudry bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang shaum pada dua hari, yakni hari raya Fithri dan hari raya Kurban. Muttafaq Alaihi



2.   Berpuasa pada hari-hari tasyriq yaitu 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.
وَعَنْ نُبَيْشَةَ اَلْهُذَلِيِّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( أَيَّامُ اَلتَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ, وَذِكْرٍ لِلَّهِ تعَالى )  رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Nubaitsah al-Hudzaliy Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Hari-hari tasyriq adalah hari-hari untuk makan dan minum serta berdzikir kepada Allah 'Azza wa Jalla." Riwayat Muslim.

Hari-hari yang di makruhkan berpuasa
1.      Hari jum’at, kecuali telah berpuasa sejak hari sebelumnya.
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا يَصُومَنَّ أَحَدُكُمْ يَوْمَ اَلْجُمُعَةِ, إِلَّا أَنْ يَصُومَ يَوْمًا قَبْلَهُ, أَوْ يَوْمًا بَعْدَهُ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah sekali-kali seseorang di antara kamu shaum pada hari Jum'at, kecuali ia shaum sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya." Muttafaq Alaihi.


.
D. KETETAPAN HILAL
Hilal ramadhan ditetapkan dengan cara–cara sebagai berikut:
a.       Penglihatan Mata (Rukyah)
Yaitu cara menetapkan awal bulan qomariah dengan jalan melihat atau menyaksikan dengan mata lahir munculnya bulan sabit (hilal) beberapa derajat di ufuk barat.
َوَعَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: ( إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا, وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا, فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila engkau sekalian melihatnya (bulan) shaumlah, dan apabila engkau sekalian melihatnya (bulan) berbukalah, dan jika awan menutupi kalian maka perkirakanlah." Muttafaq Alaihi. Menurut riwayat Muslim: "Jika awan menutupi kalian maka perkirakanlah tiga puluh hari." Menurut riwayat Bukhari: "Maka sempurnakanlah hitungannya menjadi tigapuluh hari."
b.       Syiya’ (Ketenaran)
Yang dimaksud dengan syiya adalah hilal dapat ditetapkan dengannya , bukanlah berpuasanya sekelompok orang atau penduduk suatu tempat berdasarkan pada keputusan seseorang yang baik bahwa besok masih ramadhan, atau tidak berpuasanya mereka itu berdasarkan ketentuan itu bahwa besok sudah syawal. Tetapi syiya adalah hendaknya hilal dilihat oleh umum, bukan satu orang saja.
c.       Menyempurnakan Bilangan
Diantara cara menetapkan hilal, ialah menyempurnakan bilangan. Bulan Qamariyah manapun, apabila awal harinya telah diketahui maka dia akan habis dengan berlalunya 30 hari. Hari berikutnya berarti sudah masuk bulan berikutnya, sebab jumlah hari bulan Qamariyah tidak akan lebih dari 30 dan tidak kurang dari 29 hari. Jika awal Syaban telah diketahui maka hari ke-31 nya pasti sudah masuk satu ramadhan . Demikian pula jika telah kita ketahui awal ramadhan maka hari ke-31 nya bisa kita pastikan sebagai tanggal 1 syawal.
d.       Bayyinah Syar’iyyah(Bukti Syar’i)
Hilal bisa juga dipastikan dengan kesaksian dua orang lelaki yang adil (inilah yang disebut bayyinah syar’iyyah), dan juga kesaksian para perempuan yang terpisah dengan lelaki ataupun bergabung dengan mereka. Siapa saja yang yakin akan keadilan dua orang saksi tersebut maka ia harus mengamalkannya.
E. HIKMAH PUASA
      Adapun hikmah dari berpuasa yaitu :
a.       Menumbuhkan nilai-nilai persamaan selaku hamba Allah, karena sama-sama memberikan rasa lapar dan haus serta ketentuan-ketentuan lainnya.
b.      Menumbuhkan rasa perikemanusian dan suka member, serta peduli terhadap orang-orang yang tak mampu.
c.       Memperkokoh sikap tabah dalam menghadapi cobaan dan godaan, karna dalam berpuasa harus meninggalkan godaan yang dapat membatalkan puasa.
d.      Menumbuhkan sikap amanah (dapat dipercaya), karna dapat mengetahui apakah seseorang melakukan puasa atau tidak hanyalah dirinya sendiri.
e.       Menumbuhkan sikap bersahabat dan menghindari pertengkaran selama berpuasa seseorang tidak diperbolehkan saling bertengkar.
f.       Menanamkam sikap jujur dan disiplin.
g.      Mendidik jiwa agar dapat menguasai diri dari hawa nafsu, sehingga mudah menjalankan kebaikan dan meninggalkan keburukan.
h.      Meningkatkan rasa syukur atas nikmat dan karunia Allah.
i.        Menjaga kesehatan jasmani.



BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Menurut bahasa (etimologis) Shyam atau puasa berarti menahan diri dan menurut syara’ (ajaran agama), puasa adalah menahan diri dari segala yang membatalkanya dari mulai terbit fajar hingga terbenam matahari karena Allah SWT semata-mata dan disertai niat dan syarat tertentu “.
Adapun hikmah dari berpuasa yaitu :
a.       Menumbuhkan nilai-nilai persamaan selaku hamba Allah, karena sama-sama memberikan rasa lapar dan haus serta ketentuan-ketentuan lainnya.
b.      Menumbuhkan rasa perikemanusian dan suka member, serta peduli terhadap orang-orang yang tak mampu.
c.       Memperkokoh sikap tabah dalam menghadapi cobaan dan godaan, karna dalam berpuasa harus meninggalkan godaan yang dapat membatalkan puasa.
d.      Menumbuhkan sikap amanah (dapat dipercaya), karna dapat mengetahui apakah seseorang melakukan puasa atau tidak hanyalah dirinya sendiri.
e.       Menumbuhkan sikap bersahabat dan menghindari pertengkaran selama berpuasa seseorang tidak diperbolehkan saling bertengkar.
f.       Menanamkam sikap jujur dan disiplin.
g.      Mendidik jiwa agar dapat menguasai diri dari hawa nafsu, sehingga mudah menjalankan kebaikan dan meninggalkan keburukan.
h.      Meningkatkan rasa syukur atas nikmat dan karunia Allah.
Menjaga kesehatan jasmani.
B.  SARAN
Penulis memohon maaf atas segala kekhilafan dan kekurangan makalah ini dan senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini lebih bermanfaat dan lebih baik kualitasnya dimasa mendatang. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Hafidz Imam Ibnu Hajar Al-Asqalany, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkaam (Ebook)
Ibnu Rusyd, terjemah bidayatul mujtahid, CV. As-Syifa semarang, 1990.
Moh Rifa’i. Ilmu Fikih Islam Lengkap, Penerbit PT. Karya Toha Putra Semarang 1978
Babudin, fikih , PT. Wahana Dinamika Karya, 2005.


1 komentar so far

This comment has been removed by a blog administrator.

Ada baiknya jika anda mau meninggalkan kritik dan saran, Demi meningkatkan Blog ini. Namun jangan pernah untuk mencoba meninggalkan jejak spam anda disini.
EmoticonEmoticon