BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Konsepsi
puasa dalam pemaknaan istilah seringkali dimaknai dalam pengertian sempit
sebagai suatu prosesi menahan lapar dan haus serta yang membatalkan puasa yang
dilakukan pada bulan ramadhan. Padahal hakekat puasa yang sebenarnya adalah
menahan diri untuk melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama.
Selain
itu, puasa juga memberikan ilustrasi solidaritas muslim terhadap umat lain yang
berada pada kondisi hidup miskin. Dalam konteks ini, interaksi sosial dapat
digambarkan pada konsepsi lapar dan haus yang dampaknya akan memberikan
kemungkinan adanya tenggang rasa antar umat manusia.
Pengkajian
tentang hakekat puasa ini dapat dikatakan universal dan meliputi seluruh
kehidupan manusia baik kesehatan, interaksi sosial, keagamaan, ekonomi, budaya
dan sebagainya. Begitu universal dan kompleksnya makna puasa hendaknya menjadi
acuan bagi muslim dalam mengimplementasikannya pada kehidupan sehari-hari.
Dengan pengertian lain puasa dapat dijadikan pedoman hidup.
B. RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana Pengertian puasa ?
B. Bagaimana
syarat dan rukun puasa ?
C. bagaimana
Puasa Sunat dan hari-hari yang diharamkan untuk berpuasa?
D.
Bagaimana menentukan hilal ?
E.
Bagaimana Hikmah berpuasa?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGETIAN PUASA
Menurut
bahasa (etimologis) Shyam atau puasa berarti menahan diri dan menurut syara’
(ajaran agama), puasa adalah menahan diri dari segala yang membatalkanya dari
mulai terbit fajar hingga terbenam matahari karena Allah SWT semata-mata dan
disertai niat dan syarat “tertentu”
Puasa
adalah ibadah pokok yang di tetapkan sebagain salah satu rukun Islam atau rukun
Islam yang ketiga. Puasa dalam bahasa arab secara arti kata bermakna menahan
dan diam dalam segala bentuknya, termasuk menahan atau diam dari berbicara .
Dan
secara terminology (Istilah) para ulama mengartikan puasa adalah menahan diri
dari segala makan, minum dan berhubungan seksual mulai dari terbit fajar sampai
terbenam matahari dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Kaum Muslimin
diwajibkan puasa Ramadan yang lamanya sebulan yang dilaksanakan setiap harinya
dari terbit fajar pagi hingga terbenam matahari.
Berdasarkan
berbagai pengertian diatas dapat dikatakan bahwa puasa pada dasarnya mengandung
pengertian menahan diri untuk tidak melakukan perbuatan yang dilarang oleh
syariat agama. Dasar hukum Puasa tersebut dinyatakan berdasarkan sabda Nabi
yang dinyatakan dalam hadist bahwa Islam di bangun atas lima tiang (Rukun
Islam).
عن أبي عبد الرحمن عبد الله بن عمر بن الخطاب رضي الله عنهما قال :
سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : بني الإسلام على خمسٍ ؛ شهادة أن لا إله
إلا الله وأن محمداً رسول الله ، وإقام الصلاة وإيتاء الزكاة ، وحج البيت ، وصوم
رمضان
Artinya :
Dari Abu Abdirrahman, Abdullah bin Umar bin Al-Khathab
radhiallahu 'anhuma berkata : Saya mendengar Rasulullah bersabda:
"Islam
didirikan diatas lima perkara yaitu bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak
disembah secara benar kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah,
mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke baitullah dan
berpuasa pada bulan ramadhan". [HR Bukhari no. 8, Muslim no. 16]
Dan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat
183, Artinya :
Hai orang-orang
yang beriman sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa.(Albaqarah 183).
Puasa
dalam syariat islam di klasifikasikan menjadi dua macam, yakni puasa wajib dan
puasa sunnah.
Ada
tiga kategori yang termasuk puasa wajib, yaitu ;
1.
Wajib
karna waktu yang telah di tetapkan, yakni puasa Ramadhan.
Puasa dalam bulan Ramadhan dilakukan berdasarkan perintah Allah SWT
dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
– yâ
ayyuhal-ladzîna âmanûkutiba ‘alaykumush-shiyâmu kamâ kutiba ‘alal-ladzîna min
qoblikum la’allakum tattaqûn –
Wahai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu terhindar dari keburukan
rohani dan jasmani (QS. Al Baqarah: 183).
– syahru
Romadhônal-ladzî unzila fîhil-qurânu hudal-lin-nâsi wa bayyinâtim-minal-hudân
wal-furqôn(i). Faman syahida min(g)kumusy-syahro falyashumh(u). wa man(g) kâna
marîdhon aw ‘alâ safari(g) fa’iddatum-min ayyâmin ukhor. Yurîdullohu
bikumul-yusro wa lâ yurîdu bikumul-‘usro wa litukmilul-‘iddata
walitukabbirulloha ‘alâ mâ hadâkum wa la’allakum tasykurûn –
“(Beberapa hari
yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena
itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan
itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak
hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki
kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu
mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya
yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al
Baqoroh: 185)
2.
Wajib
karna suatu sebab tertentu, puasa kifarat.
Puasa kafarat
adalah puasa sebagai penebusan yang dikarenakan pelanggaran terhadap suatu
hukum atau kelalaian dalam melaksanakan suatu kewajiban, sehingga mengharuskan
seorang mukmin mengerjakannya supaya dosanya dihapuskan, bentuk pelanggaran
dengan kafaratnya antara lain :
• Apabila seseorang melanggar sumpahnya dan ia tidak mampu memberi
makan dan pakaian kepada sepuluh orang miskin atau membebaskan seorang roqobah,
maka ia harus melaksanakan puasa selama tiga hari.
• Apabila seseorang secara sengaja membunuh seorang mukmin sedang
ia tidak sanggup membayar uang darah (tebusan) atau memerdekakan roqobah maka
ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut (An Nisa: 94).
• Apabila dengan sengaja membatalkan puasanya dalam bulan Ramadhan
tanpa ada halangan yang telah ditetapkan, ia harus membayar kafarat dengan
berpuasa lagi sampai genap 60 hari.
• Barangsiapa yang melaksanakan ibadah haji bersama-sama dengan
umrah, lalu tidak mendapatkan binatang kurban, maka ia harus melakukan puasa
tiga hari di Mekkah dan tujuh hari sesudah ia sampai kembali ke rumah. Demikian
pula, apabila dikarenakan suatu mudharat (alasan kesehatan dan sebagainya) maka
berpangkas rambut, (tahallul) ia harus berpuasa selama 3 hari.
3.
Wajib
karna seseorang mewajibkan puasa atas dirinya, puasa nadzar.
Puasa nadzar
adalah puasa yang tidak diwajibkan oleh Tuhan, begitu juga tidak disunnahkan
oleh Rasulullah saw., melainkan manusia sendiri yang telah menetapkannya bagi
dirinya sendiri untuk membersihkan (Tazkiyatun Nafs) atau mengadakan janji pada
dirinya sendiri bahwa apabila Tuhan telah menganugerahkan keberhasilan dalam
suatu pekerjaan, maka ia akan berpuasa sekian hari. Mengerjakan puasa nazar ini
sifatnya wajib. Hari-hari nazar yang ditetapkan apabila tiba, maka berpuasa
pada hari-hari tersebut jadi wajib atasnya dan apabila dia pada hari-hari itu
sakit atau mengadakan perjalanan maka ia harus mengqadha pada hari-hari lain
dan apabila tengah berpuasa nazar batal puasanya maka ia bertanggung jawab mengqadhanya.
B. SYARAT WAJIB PUASA DAN RUKUN
PUASA
a.
Syarat Wajib Puasa :
1. Beragama
islam,
2. Baligh
dan berakal,
3. Suci
dari haidh dan nifas (ini tertentu bagi wanita),
4. Kuasa
(ada kekuatan). Kuasa disini artinya tidak sakit dan bukan yang sudah tua.
b. Rukun
Puasa :
Rukun puasa ada tiga, dua
diantaranya telah disepakati, yaitu waktu dan menahan diri (imsak) dari perkara
yang membatalkan, sedangkan rukun satu lainnya masih diperselisihkan yaitu niat.
1.
Waktu
Waktu dibagi menjadi dua, yaitu waktu wajibnya puasa yakni bulan
Ramadhan, dan Waktu menahan diri dari perkara-perkara yang membatalkan puasa
yaitu waktu-waktu siang hari bulan ramadhan. Bukan waktu-waktu malamnya.
2.
Menahan
diri dari perkara yang membatalkan
Meninggalkan segala yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar
shidiq hingga terbenam matahari.
·
Hal-Hal
yang membatalkan puasa
1.
Memasukkan
sesuatu kedalam lubang rongga badan dengan sengaja.
2.
Muntah
dengan sengaja.
3.
Haid
dan Nifas.
4.
Jima’
pada siang hari dengan sengaja.
5.
Gila
walau sebentar.
6.
Mabuk
atau pinsan sepanjang hari.
7.
Murtad.
Disamping itu, ada keringanan yang diberikan oleh islam kepada umat
muslim untuk tidak berpuasa, yakni mencakup dua golongan :
·
Beleh
meninggalkan puasa tetapi wajib mengqadha
Yang
termasuk dalam golongan ini yaitu :
a.
Orang
yang sedang sakit dan sakitnya akan memberikan mudharat baginya apabila
mengerjakan puasa.
b.
Orang
yang berpergian jauh atau musafir sediktnya sejauh 81 KM.
c.
Orang
yang hamil dan di khawatirkan akan mudharat baginya dan kandungannya.
d.
Orang
yang sedang menyusui anak yang dapat mengkhawatirkan/memudharatkan baginya dan
anaknya.
e.
Orang
yang sedang haid, melahirkan atau nifas.
·
Orang-orang
yang tidak wajib qadha namun wajib membayar fidyah
a.
Orang
yang sakit dan tidak ada harapan untuk sembuh.
b.
Orang
yang lemah karna sudah tua.
Yaitu memberi makanan kepada fakir miskin sebanyak hari yang telah
di tinggalkan puasanya, satu hari satu mud (576 Gram) berupa makanan pokok.
3.
Niat
Niat,
yaitu menyengaja puasa ramadhan setelah terbenam matahari hingga sebelum fajar
shadiq. Artinya pada malam harinya dalam hati telah tergetar (berniat) bahwa
besok harinya akan mengerjakan puasa ramadhan.
Adapun
puasa sunnah boleh dilakukan pada pagi harinya :
وَعَنْ حَفْصَةَ أُمِّ اَلْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا, عَنِ
اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ اَلصِّيَامَ قَبْلَ
اَلْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ ) رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَمَالَ
النَّسَائِيُّ وَاَلتِّرْمِذِيُّ إِلَى تَرْجِيحِ وَقْفِهِ, وَصَحَّحَهُ
مَرْفُوعًا اِبْنُ خُزَيْمَةَ وَابْنُ حِبَّانَ. وَلِلدَّارَقُطْنِيِّ: ( لَا
صِيَامَ لِمَنْ لَمْ يَفْرِضْهُ مِنَ اَللَّيْلِ )
Dari Hafshah Ummul Mukminin bahwa Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa tidak berniat puasa
sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya." Riwayat Imam Lima. Tirmidzi
dan Nasa'i lebih cenderung menilainya hadits mauquf. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu
Hibban menilainya shahih secara marfu'. Menurut riwayat Daruquthni: "Tidak
ada puasa bagi orang yang tidak meniatkan puasa wajib semenjak malam."
C. SUNAT PUASA DAN PUASA SUNAT
Sunat
puasa :
1.
Makan
sahur meski sedikit.
2.
Mengakhirkan
makan sahur.
3.
Menyegerakan
berbuka.
4.
Membaca
doa ketika berbuka puasa.
5.
Menjauhi
dari ucapan yang tidak senonoh.
6.
Memperbanyak
amal kebajikan.
7.
Memperbanyak
I’tikaf di masjid.
Puasa
Sunat :
Puasa sunnat (nafal) adalah puasa yang apabila dikerjakan akan
mendapatkan pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa. Adapun puasa
sunnat itu antara lain :
1.
Puasa
hari Arafah (9 Dzulhijjah/ selain mereka yang berhaji)
2.
Puasa
6 hari dalam bulan syawal
وَعَنْ أَبِي أَيُّوبَ اَلْأَنْصَارِيِّ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ
اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( مَنْ صَامَ رَمَضَانَ, ثُمَّ أَتْبَعَهُ
سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ اَلدَّهْرِ ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abu Ayyub
Al-Anshory Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Barangsiapa shaum Ramadhan, kemudian diikuti dengan shaum enam
hari pada bulan Syawwal, maka ia seperti shaum setahun." Riwayat Muslim.
3.
Puasa tanggal 13,14, dan 15 pada tiap-tiap bulan Qamariah
4.
Puasa hari senin dan kamis
5.
Puasa pada bulan Dzulhijjah, Dzulqaidah, Rajab, Sya’ban dan 10 Muharram
6.
puasa nabi Daud As.
Selaian
hari yang disunnahkan berpuasa, ada juga hari-hari yang di haramkan dan
dimakruhkan untuk berpuasa :
Hari-hari
yang di haramkan berpuasa
1.
Hari
raya Idul Fitri yaitu satu syawal dan Hari Raya Idul Adha yaitu 10 dzulhijjah.
وَعَنْ
أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه ( أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه
وسلم نَهَى عَنْ صِيَامِ يَوْمَيْنِ: يَوْمِ اَلْفِطْرِ وَيَوْمِ اَلنَّحْرِ
) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Dari Abu Said Al-Khudry bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam melarang shaum pada dua hari, yakni hari raya Fithri dan hari raya
Kurban. Muttafaq Alaihi
2.
Berpuasa
pada hari-hari tasyriq yaitu 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.
وَعَنْ
نُبَيْشَةَ اَلْهُذَلِيِّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله
عليه وسلم ( أَيَّامُ اَلتَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ, وَذِكْرٍ لِلَّهِ
تعَالى ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Nubaitsah
al-Hudzaliy Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Hari-hari tasyriq adalah hari-hari untuk makan dan minum serta
berdzikir kepada Allah 'Azza wa Jalla." Riwayat Muslim.
Hari-hari
yang di makruhkan berpuasa
1.
Hari
jum’at, kecuali telah berpuasa sejak hari sebelumnya.
وَعَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم
( لَا يَصُومَنَّ أَحَدُكُمْ يَوْمَ اَلْجُمُعَةِ, إِلَّا أَنْ يَصُومَ يَوْمًا
قَبْلَهُ, أَوْ يَوْمًا بَعْدَهُ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu
Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Janganlah sekali-kali seseorang di antara kamu shaum pada hari
Jum'at, kecuali ia shaum sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya."
Muttafaq Alaihi.
.
D. KETETAPAN
HILAL
Hilal
ramadhan ditetapkan dengan cara–cara sebagai berikut:
a.
Penglihatan
Mata (Rukyah)
Yaitu cara menetapkan awal bulan qomariah dengan jalan melihat atau
menyaksikan dengan mata lahir munculnya bulan sabit (hilal) beberapa derajat di
ufuk barat.
َوَعَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ:
سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: ( إِذَا رَأَيْتُمُوهُ
فَصُومُوا, وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا, فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ
فَاقْدُرُوا لَهُ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Ibnu Umar
Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam bersabda: "Apabila engkau sekalian melihatnya (bulan) shaumlah, dan
apabila engkau sekalian melihatnya (bulan) berbukalah, dan jika awan menutupi
kalian maka perkirakanlah." Muttafaq Alaihi. Menurut riwayat Muslim: "Jika
awan menutupi kalian maka perkirakanlah tiga puluh hari." Menurut riwayat
Bukhari: "Maka sempurnakanlah hitungannya menjadi tigapuluh hari."
b.
Syiya’ (Ketenaran)
Yang dimaksud dengan syiya adalah hilal dapat ditetapkan dengannya
, bukanlah berpuasanya sekelompok orang atau penduduk suatu tempat berdasarkan
pada keputusan seseorang yang baik bahwa besok masih ramadhan, atau tidak
berpuasanya mereka itu berdasarkan ketentuan itu bahwa besok sudah syawal.
Tetapi syiya adalah hendaknya hilal dilihat oleh umum, bukan satu orang saja.
c.
Menyempurnakan
Bilangan
Diantara cara menetapkan hilal, ialah menyempurnakan bilangan.
Bulan Qamariyah manapun, apabila awal harinya telah diketahui maka dia akan
habis dengan berlalunya 30 hari. Hari berikutnya berarti sudah masuk bulan berikutnya,
sebab jumlah hari bulan Qamariyah tidak akan lebih dari 30 dan tidak kurang
dari 29 hari. Jika awal Syaban telah diketahui maka hari ke-31 nya pasti sudah
masuk satu ramadhan . Demikian pula jika telah kita ketahui awal ramadhan maka
hari ke-31 nya bisa kita pastikan sebagai tanggal 1 syawal.
d.
Bayyinah Syar’iyyah(Bukti Syar’i)
Hilal bisa juga dipastikan dengan kesaksian dua orang lelaki yang
adil (inilah yang disebut bayyinah syar’iyyah), dan juga kesaksian para
perempuan yang terpisah dengan lelaki ataupun bergabung dengan mereka. Siapa
saja yang yakin akan keadilan dua orang saksi tersebut maka ia harus
mengamalkannya.
E. HIKMAH PUASA
Adapun hikmah dari berpuasa yaitu :
a. Menumbuhkan nilai-nilai persamaan selaku
hamba Allah, karena sama-sama memberikan rasa lapar dan haus serta
ketentuan-ketentuan lainnya.
b. Menumbuhkan rasa perikemanusian dan suka
member, serta peduli terhadap orang-orang yang tak mampu.
c. Memperkokoh sikap tabah dalam menghadapi
cobaan dan godaan, karna dalam berpuasa harus meninggalkan godaan yang dapat
membatalkan puasa.
d. Menumbuhkan sikap amanah (dapat
dipercaya), karna dapat mengetahui apakah seseorang melakukan puasa atau tidak
hanyalah dirinya sendiri.
e. Menumbuhkan sikap bersahabat dan
menghindari pertengkaran selama berpuasa seseorang tidak diperbolehkan saling
bertengkar.
f. Menanamkam sikap jujur dan disiplin.
g. Mendidik jiwa agar dapat menguasai diri
dari hawa nafsu, sehingga mudah menjalankan kebaikan dan meninggalkan
keburukan.
h. Meningkatkan rasa syukur atas nikmat dan
karunia Allah.
i.
Menjaga kesehatan jasmani.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Menurut
bahasa (etimologis) Shyam atau puasa berarti menahan diri dan menurut syara’
(ajaran agama), puasa adalah menahan diri dari segala yang membatalkanya dari
mulai terbit fajar hingga terbenam matahari karena Allah SWT semata-mata dan
disertai niat dan syarat tertentu “.
Adapun hikmah dari berpuasa yaitu :
a. Menumbuhkan nilai-nilai persamaan selaku
hamba Allah, karena sama-sama memberikan rasa lapar dan haus serta
ketentuan-ketentuan lainnya.
b. Menumbuhkan rasa perikemanusian dan suka
member, serta peduli terhadap orang-orang yang tak mampu.
c. Memperkokoh sikap tabah dalam menghadapi
cobaan dan godaan, karna dalam berpuasa harus meninggalkan godaan yang dapat
membatalkan puasa.
d. Menumbuhkan sikap amanah (dapat
dipercaya), karna dapat mengetahui apakah seseorang melakukan puasa atau tidak
hanyalah dirinya sendiri.
e. Menumbuhkan sikap bersahabat dan
menghindari pertengkaran selama berpuasa seseorang tidak diperbolehkan saling
bertengkar.
f. Menanamkam sikap jujur dan disiplin.
g. Mendidik jiwa agar dapat menguasai diri
dari hawa nafsu, sehingga mudah menjalankan kebaikan dan meninggalkan
keburukan.
h. Meningkatkan rasa syukur atas nikmat dan
karunia Allah.
Menjaga kesehatan jasmani.
B.
SARAN
Penulis memohon
maaf atas segala kekhilafan dan kekurangan makalah ini dan senantiasa
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini lebih bermanfaat
dan lebih baik kualitasnya dimasa mendatang. Mudah-mudahan makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Ibnu
Rusyd, terjemah bidayatul mujtahid, CV. As-Syifa semarang, 1990.
Moh
Rifa’i. Ilmu Fikih Islam Lengkap, Penerbit PT. Karya Toha Putra Semarang
1978
Babudin,
fikih , PT. Wahana Dinamika Karya, 2005.
1 komentar so far
Ada baiknya jika anda mau meninggalkan kritik dan saran, Demi meningkatkan Blog ini. Namun jangan pernah untuk mencoba meninggalkan jejak spam anda disini.
EmoticonEmoticon